Maret 29, 2024

Ada yang menarik di bulan Desember, tepatnya menjelang Natal dan tahun baru. Sebuah jenis permainan yang disebut lato-lato viral di tengah masyarakat, khusus anak-anak. Putra dan putri kami yang berumur 11 tahun dan 4 tahun meminta dibelikan lato-lato di pasar. Awalnya kami sendiri tidak tahu jenis barang apa itu, sebab dari namanya untuk kami yang sudah kepala empat seperti baru mendengar, namun setelah mereka memainkannya kami baru tahu, ternyata ini jenis mainan zaman dulu yang sejak kecil kami pernah memainkannya. Namun istilahnya bukan lato-lato, tetapi nok-nok. Seperti kami di zaman dulu, begitu pula anak-anak sekarang asyik memainkannya. Ada dua bola yang diayunkan ke atas dan ke bawah, saling membentur dengan sangat kuat sehingga menghasilkan suara “klok, klok, klok” yang keras. Saking asyiknya, Presiden Jokowi dalam kunjungan ke Pasar Subang, Jawa Barat (28/12) sempat mencoba mainan yang tengah viral di tengah masyarakat itu, sehingga menimbulkan canda tawa.

Menurut sejarahnya, lato-lato atau nok-nok berasal dari Amerika Serikat yang disebut dengan “Clackers ball”, dan populer pada akhir 1960-an dan awal 1970-an. Pada tahun 1968, muncul model bola kaca yang pada akhirnya akan pecah dan pecahannya itu mengena wajah pengguna dan siapa pun yang berada di sekitarnya. Sehingga pada awal 1970-an, pabrikan mengubahnya menjadi bola plastik yang digantung di setiap tali. Ketika diayunkan ke atas dan ke bawah, saling membentur dan menghasilkan bunyi “klok”.

Lato-Lato dan dunia anak

Walaupun dapat dimainkan juga oleh orang dewasa, namun lato-lato sangat baik sebagai mainan anak-anak. Mengingat, anak-anak yang adalah generasi post milenial  sudah hampir meninggalkan berbagai jenis permainan zaman dulu yang sebenarnya bermanfaat bagi tumbuh kembang anak. Misalnya, petak umpet (sembunyi), klereng, bermain layangan,  galaasing, bola bekel, lompat tali karet (tali merdeka), gasing, congklak (ikan), dan seterusnya.

Permainan tidak saja bermanfaat bagi perkembangan motorik anak, baik halus maupun dan kasar, tetapi juga mengikutsertakan aspek sosial, emosi, kognisi, dan kepribadian anak. Berbagai karakter yang dapat terbentuk dari berbagai permainan anak, seperti kerjasama, kejujuran (sportifitas), fokus, daya juang, keindahan, empati, keberanian, lapang dada (ksatria), rela berkorban, kreativitas, dan karakter sosial lainnya seperti menghormati, menghargai, kebersamaan, gotong-royong, kepedulian, dan kepekaan terhadap sesama.   

Tokoh-tokoh terkenal seperti Plato, Aristoteles, dan Friedrich Fröbel melihat bermain sebagai kegiatan yang mempunyai nilai praktis, yakni bermain digunakan sebagai media untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Itulah sebabnya penting bagi orang tua untuk memberikan kesempatan dan fasilitas bagi anak untuk bermain. Orang tua perlu memahami pentingnya permainan anak-anak, sehingga tidak melihat permainan anak sebagai aktivitas yang mengusik orang tua. Perlu ada ruang-ruang yang disediakan bagi anak untuk bermain, seperti halaman/pekarangan, teras rumah, lapangan, dan seterusnya. Jangan sampai semua ruang (space) digunakan oleh orang dewasa, sementara ruang bagi aktivitas anak tidak ada sama sekali. Ruang tidak saja dimaksudkan sebagai tempat, tetapi juga suasana. Begitu pula rumah yang dimaksudkan di sini bukan saja bangunan (house), akan tetapi juga home. Home menunjuk kepada tempat kediaman dengan suasana yang menunjukkan keterikatan dan kehangatan hubungan antara semua anggota keluarga. Perasaan ini melampaui keterikatan pada individu-individu di tempat di mana rumah berada, tetapi juga mencerminkan kasih sayang yang tulus terhadap keadaan fisik rumah. Rumah (home) diharapkan dapat menghadirkan suasana yang hangat, penuh penerimaan terhadap anak, sebagaimana ungkapan umum, “home sweet home”, rumahku istanaku. Rumah sebagai istana bagi anak untuk bermain.     

Lato-Lato cegah ketergantungan pada Gadget

Apa yang bisa orang dewasa saksikan dari permainan lato-lato anak-anak? Kebiasaan anak yang menghabiskan waktu dengan Gadget bisa dikurangi. Kebiasaan bergadget yang menjadikan anak pasif dapat berubah menjadi lebih aktif, berkat lato-lato. Ada motorik yang dilatih, ada fisik yang terbiasa mengalami rasa sakit akibat benturan bola keras, dan seterusnya. Dari sinilah latihan-latihan kecil, latihan-latihan hidup dimulai. Dari masa kanak-kanak, dari dunia anak.

Ini bermanfaat untuk mencegah atau mengurangi kebiasaan bergadget anak. Sebab dunia medis telah mengonfirmasi bahwa dampak negatif dari keseringan bergadget yakni adanya peningkatan resiko kanker karena radiasi yang ditimbulkan. Penggunaan ponsel lebih dari 30 menit, misalnya bisa mengakibatkan ketulian (acoustic neourema). Penggunaan cahaya atau pencerahan maksimal secara berkala pada ponsel, komputer, tablet bisa mengakibatkan perih pada mata dan lebih parahnya bisa menimbulkan rabun dekat. Begitu pula secara sosial, anak cenderung autis atau asyik dengan gadgetnya sendiri sehingga kurang memperhatikan hal-hal di sekitar dan muncul sikap egois tidak terkendali. Tentu terhadap anak-anak kita perlu melindunginya karena usia dan masa terpapar mereka sangat panjang. Itulah sebabnya perlu disediakan media maupun aktivitas alternatif-alternatif bagi anak.

Paradigma Permainan

Ruang kehidupan manusia ibarat lapangan permainan yang bergerak naik turun. Namun, pergerakan tersebut tidak bergerak secara tunggal karena memang tidak ada variabel tunggal. Selalu ada variabel lain yang memunculkannya atau variabel lain yang menyertainya. Itulah sebabnya diperlukan kolaborasi dan sinergi. Ibarat lato-lato, yang tidak mungkin menghasilkan bunyi yang keras tetapi mengasyikan tanpa ada “benturan” dua bola yang sejajar. Kesejajaran tersebut sesungguhnya mengimperatifkan kesederajatan hak dan kewajiban, kesejajaran ‘bola” lato-lato sesungguhnya menghendaki suatu proses untuk melandaikan lapangan permainan kehidupan agar menghasilkan suatu resonansi yang mengasyikan tetapi juga indah. Walaupun harus melewati latihan-latihan dan rasa sakit.  

Bahwa harus diakui ketimpangan menganga antara yang di atas dan yang di bawah sudah saatnya perlu perlu dikurangi, jika tidak mungkin dihilangkan. Di sini, peran lembaga-lembaga publik perlu beroperasi nyata, tentu dibutuhkan pula kolaborasi. Perlu memastikan kesejalanan dengan aktor lain, dengan “pasangan bola lato-lato yang satunya”. Orkestrator yang ulung dan mumpuni diperlukan di sini, yakni sang pemain lato-lato itu. Setiap kebijakan yang diambil perlu dipikirkan hati-hati dan dengan kejujuran tingkat tinggi, dan nilai kesejalanan. Jangan sampai ada kebijakan dengan motif tersembunyi yang menguntungkan sebagian kelompok kecil warga. Itulah sebabnya, diperlukan ruang kontekstualisasi kebijakan sehingga keadilan dan kesejahteraan dapat dinikmati oleh semua lapisan. Inilah poin utama dari proses melandaikan lapangan permainan dalam hidup. Selamat bermain lato-lato. (Fredrik Kande)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

PHP Code Snippets Powered By : XYZScripts.com