Oktober 13, 2024

Profil

MAJELIS JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

Alamat: Jl. Kihajar Dewantara, No. 2. Telp. (0386) 21075

KALABAHI-ALOR-NTT 85813

A. SUSUNAN MAJELIS JEMAAT DAN BADAN/UNIT PEMBANTU PELAYANAN

B. ARTI NAMA ‘JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI”

PembentukanJemaat Kalabahi menuju Jemaat Pola Tribuana Kalabahi mendasari pada pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam “Era Baru” pelayanan di GMIT. Jemaat Pola Tribuana Kalabahi kemudian menjadi jemaat “Pembenihan” bagi penemuan “pola-pola” pelayanan baru yang pada saatnya bisa ditularkan keluar ke jemaat-jemaat lain di Tribuana atau jemaat-jemaat GMIT pada umumnya.

Pola yang dimaksud di sini bukan dalam arti contoh, teladan atau panutan. Pola dalam pengertian yang dimaksudkan adalah kesesuaian di antara dan bentuk (keserasian di antara Soma dan Kerugma) keserasian di antara Bentuk dan Pemberitaan. Pemberitaan Injil yang dijabarkan nanti dalam berbagai bentuk program pelayanan di Jemaat Pola Tribuana Kalabahi bisa ditularkan ke jemaat lain di Tribuana atau pada jemaat GMIT lainnya, yang apabila Pola Pelayanan tersebut sesuai atau serasi dengan kebutuhan dan pergumulan jemaat-jemaat setempat. Jadi, pada intinya, bukan pada Pola Pelayanan yang bagus atau mewah.

Pola Pelayanan yang dimaksudkan  dapat dilihat dalam Pola Pelayanan atau peraturan di Jemaat Yerusalem tidak bisa dipakai di Jemaat Korintus, karena pergumulan Jemaat Yerusalem  waktu itu tidak jauh sama dengan Jemaat Korintus. Iman dan pengharapan kepada Yesus  Kristus tentu sama, akan tetapi bagaimana Iman dan Pengharapan itu dijabarkan dalam berbagai program pelayanan sehingga mampu menjawab kebutuhan dan pergumulan jemaat. Demikianlah pemahaman tentang Jemaat Pola Tribuana Kalabahi yang mendapat amanat untuk membuat pembenihan-pembenihan Jemaat di Tribuana.

C. MAKNA GEDUNG GEREJA JEMPOL

Latar Belakang

Pada tanggal 23 Mei 1972, ditempatkan seorang hamba Tuhan, Pendeta Salmon L. Oiladang sebagai Ketua Majelis Jemaat Periode 1972-1976. Dalam persidangan Jemaat Pola Tribuana Kalabahi pada tahun 1973 berhasil memprogramkan berbagai kebutuhan dan pergumulan jemaat saat itu. Salah satu butir program yaitu, Persekutuan Akta Iman Jemaat harus nyata lewat perubahan atau pelayanan nyata. Dengan program pelayanannya yaitu pembangunan gedung gereja yang baru.

Rumusan salah satu butir program ini pun diupayakan dapat terealisasi. Maka pada 10 Oktober 1973, peletakan batu pertama bangunan ini dilakukan oleh Pdt. Lambertus Mouata. Fondasi baru gedung gereja Pola Tribuana Kalabahi pun dikerjakan. Dukungan partisipatif pembangunan berupa 10.000 buah batu bata datang juga dari Haji Sara Kamis. Gedung Gereja tersebut dikerjakan selama 11 tahun. Akhirnya pada tahun 1984, gedung Gereja Pola Tribuana Kalabahi yang baru diresminkan oleh Ketua Majelis Sinode, yaitu Pdt. Thobias A. Messakh, S. Th sebagai tanda pembuka Sidang Kerja Majelis Sinode GMIT pula.

Konsepsional awal pembangunan gedung Gereja Pola Tribuana Kalabahi  baru ini pun dilandasi  pada iman Kristen yang sesungguhnya tidak dapat dinyatakan secara nyata. Hanya melalui tanda-tanda yang dapat melambangkan dan sekaligus mengungkapkan sebagai yang dipercaya dan diimani. Dalam artian bahwa iman Kristen juga dinyatakan dalam simbol-simbol.

Atas dasar itu pulalah, upaya untuk membangun sebuah gedung Gereja (baru) Pola Tribuana Kalabahi pun dilakukan dengan terlebih dahulu membuat studi mengenai simbol-simbol yang dapat membahasakan isi kepercayaan iman Kristen. Maka, secara terperinci simbol-simbol yang diperagakan dan diabadikan dalam bentuk satu gedung gereja sebagai berikut:

  • Konsep Bangunan

Dasar bangunan adalah konsep salib. Dengan landasan salib mengingatkan kepada setiap orang yang datang berbakti dalam gedung gereja tersebut haruslah menyadari bahwa dirinya berdosa. Beban dosa itulah yang membuat Yesus datang ke dunia ini dan menebus dosa manusia dengan mengangkat kayu salib serta berjalan menuju Golgota.

  • Empat Atas sebagai Sayap Bangunan

Konsep empat atas sebagai sayap bangunan ini pun mengingatkan bahwa Injil diberitakan ke seluruh dunia penjuru bumi (4 mata angin, yaitu Timur-Barat-Utara-Selatan). Dan dalam pemahaman itu pula bahwa Injil tiba di Alor-Pantar dari mata angin Barat (Pekabar Injili/Pendeta Barat); dari angin Timur (dari Maluku); dari angin utara (dari Manado), dan dari mata angin selatan (dari Timur, Rote, dan Sabu).

Hal ini dapat dipahami juga bahwa Injil senantiasa terbuka bagi dunia. Injil tidak tertutup bagi siapa pun itu. Oleh karena itu, bentuk atap pada keempat atap bangunan bersifat terbuka. Di sisi yang lain, bentuk bangunannya tajam pada bagian ujung-ujungnya. Hal ini sama dengan jari yang menunjuk sekaligus memberikan amanat dan mandat juga kepada jemaat di Tribuana (Alor-Pantar) untuk pergi membawa kabar baik/Injil ke seluruh penjuru bumi.

  • Arsitektur Setempat

Dalam arsitektur setempat (di Tribuana: Kadang, Ko Kadang atau Taibi) yang dikenakan/didekapkan pada bangunan gedung ini bermaksud untuk memberitahukan bahwa, Injil benar telah tiba di Alor-Pantar (Tribuana). Injil ini pun telah tumbuh dan mekar di Tribuana karena itu di atasnya ada andaian salib (ada yang melintang dan tegak). Dan pada puncaknya dipancangkan simbol ᵽꭓ  (Xristos) yang berarti Yesus Kristus.

Orang pribumi di Tribuana sudah menyambut Yesus Kristus sejak awal dan mereka menerimanya. Simbol Ulanangka/Ulanai telah dilenyapkan/dimusnakan karena itu tanda Kristus harus lebih unggul (Kristus telah menang di Tribuana). Simbol Ulanangka/Ulanai jika masih ada sampai sekarang ini, hanya semacam ukiran yang indah dan laku di lokasi wisata tetapi tidak laku di lokasi iman Kristen.

  • Menara

Ada satu perpaduan bentuk pada Menara yang berbentuk sebagai rumah. Jika secara konseptual pada bentuk yang besar biasanya sebagai tempat simpan harta/makanan keluarga, maka bentuk yang ada kelihatannya pada bagian bawah merupakan tempat tinggal/rumah cadangan yang biasanya ada di atas pohon. Rumah seperti itu hanya dapat ditemui di kebun sebagai tempat untuk menjaga/mengawal kebun. 

Puncak empat sisi atap menara diikatsatukan oleh Demang yang artinya, tempat meletakkan tungku masak dalam tradisi Alor-Pantar. Dipahami juga sebagai tempat penyediaan makanan dan minuman yang ada adalah sumber kehidupan manusia. Hal ini juga berarti sebagai tempat santapan kehidupan yang disediakan bagi orang-orang kudus untuk melayani semua orang baik datang dari Timur, Barat, Utara, dan Selatan.

Pada bagian di atasnya yang paling lancip mau memberikan pengertian bahwa, jari yang selalu menunuk ke atas. Dalam “Teologi Agama Suku” berarti segala sesuatu di dunia ini berasal dari atas, termasuk  hidup ini pada akhirnya nanti semua akan kembali ke atas.

  • Mimbar

Mimbar Gereja Pola Tribuana Kalabahi diletakkan di atas tiga tiang/kaki. Hal ini memberi pengertian dalam pemahaman Alkitabiah bahwa Iman Kristen didasarkan pada kepercayaan kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak, dan Roh Kudus). Tiga kaki ini juga memberikan pengertian iman, harapan dan kasih yang bisa menjadi wahana bagi kehidupan orang-orang percaya di Tribuana. 

  • Juru Gambar dan Tukang

Pembangunan gedung gereja Pola Tribuana Kalabahi ini didasarkan atas persekutuan dan pengembangan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh pekerja pribumi seperti:

  • Ide konsepsi gedung atas, karya pikir Pdt. S. L. Oiladang
  • Ide konsepsi khusus tata ruang atas, karya pikir Pdt. Y. A. Adang, S. Th
  • Ide konsepsi khusus mimbar atas, karya pikir Lens B. Messah, BE (Kepala Dinas PU DATI II Alor).
  • Juru gambarnya oleh Marthen Bella (seorang tamatan STM Negeri Malang) dengan pertimbangan teknis oleh Pater Florante dari Paroki Gembala yang Baik Alor-Pantar.
  • Para kepala tukang  di antaranya tukang batu oleh Zakarias Mau Lumba; tukang kayu oleh Markus Mansari.
  • Pengawas yaitu Marthen Bella dan Lens B. Messah, BE

Gedung gereja Pola Tribuana Kalabahi ini secara keseluruhan merupakan pencerminan iman. Dengan demikian, semua pembiayaan gedung gereja yang besar dan di kota ini, dari sejak awal sampai selesai adalah tanggungan biaya yang dipahami sebagai akta iman jemaat-jemaat di Tribuana.

Gedung gereja ini pula secara fisik ikut melengkapi dan memperindah Kota Kusambi (Kalabahi) yang juga dilengkapi dan dipercantik dengan Serba Guna (Aula) pada bagian timur gedung gereja. Pada bagian depan kiri gedung gereja ada batu nisan dari Almarhum Pdt. Lambertus Mouata (Guru, Pendeta sekaligus cendekiawan pribumi Alor yang pertama). Pada bagian barat gedung gereja, terlihat beberapa Pohon Kusambi yang ditanam secara sengaja oleh Pdt. J. A. Adang, S. Th untuk mengingat kembali bahwa di tempat ini pada seabad yang lalu pernah ada hutan/rimba pohon kusambi.     

Bangunan Aula Pola Tribuana

Pembangunan Gedung Serba Guna (Aula Jemaat Pola Tribuana Kalabahi) merupakan salah satu program yang diputuskan  dalam Persidangan Jemaat pada tahun 2004 sehubungan dengan akan diadakan Persidangan Raya Sinode GMIT XXXI yang terjadi pada 22 September-2 Oktober 2007.

Penetapan Jemaat Pola Tribuana sebagai penyelenggara Persidangan dimaksud tentunya dengan alasan bahwa pada tahun 1960-an menjadi “Ibu Jemaat/pangkalan pelayanan Injil bagi seluruh Tribuana. Tentunya, menjadi catatan dan evaluasi tersendiri pada waktu itu untuk menyediakan ruangan persidangan yang cukup untuk menampung perutusan klasis-klasis se-GMIT.

Pembangunan Gedung Serba Guna ini pun dimulai pada 31 Oktober 2004 yang ditandai dengan Ibadah Peletakkan Batu Pertama Fondasi Gedung oleh Pdt. Edison Sailana. Pekerjaan pembangunan ini dipimpin oleh tukang Nikodemus Boling sebagai tukang kayu dan Ola Ali sebagai tukang batu. Diawasi pula oleh Pujijono (Ketua Seksi Pembangunan waktu itu), Ir. Tomy Laukamang (Ketua Seksi Teknis); Hendra Sianto (Wakil Bendahara).

Pekerjaan yang amat berat ini dengan berbagai macam tantangan yang digumuli dapat terselesaikan dengan baik. Gedung Serba Guna ini pun akhirnya selesai dan diresmiskan oleh Pdt. Boy R. Takoy, S. Th dalam Kebaktian Utama Minggu, 16 September 2007.

Gedung ini mampu menampung lebih dari ratusan orang yang dilengkapi dengan ruangan lain, seperti ruang tata usaha/sekretariat, ruang perpustakaan yang berada di lantai 2. Ada juga ruang sound system, ruang makan, ruang PAR, WC untuk laki-laki dan perempuan.

Kini gedung Serba Guna ini dipergunakan untuk kebutuhan gereja seperti persidangan-persidangan jemaat. Tetapi juga gedung ini atas kesepakatan bersama dapat dimanfaatkan juga (sewa pakai) oleh berbagai instansi pemerintahan, tempat acara resepsi pernikahan dengan biaya yang terjangkau.

Kapela

Pada tahun 1983 sampai 2002 Jemaat Pola Tribuana Kalabahi pernah memiliki sebuah Kapela. Kapela ini dibuat semata-mata sebagai metode pendekatan dalam pembinaan warga jemaat. Metode pendekatan ini memberikan pelayanan kepada warga jemaat yang telah lanjut usia dan khususnya kepada jemaat keturunan Tionghoa.

PHP Code Snippets Powered By : XYZScripts.com