April 26, 2024

SUMBANGAN GEREJA BAGI UMAT DI MASA KEDARURATAN

 

Pdt. Melsiana Magdalena Tadji Lena, S. Th1

 

 

  • Pemahaman Kedaruratan

Masa kedaruratan merupakan suatu kurun waktu yang ditandai dengan berbagai peristiwa bencana yang menimpa manusia dan lingkungannya. Istilah kedaruratan berasal dari kata darurat, yang diartikan “sebagai (1) keadaan sukar (sulit) yang tidak tersangka-sangka (dalam bahaya, kelaparan, dan sebagainya) yang memerlukan penanggulangan segera. (2) ​​ keadaan terpaksa; dan (3) keadaan sementara” (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Berbagai literatur menjelaskan, kata kedaruratan selalu dihubungkan dengan bidang-bidang terkait, misalnya kedarutan hukum, kedaruratan kesehatan, kedaruratan ekonomi, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan masing-masing bidang memiliki definisi untuk menjelaskan suatu keadaan kedaruratan. Di bidang hukum misalnya, suatu keadaan dikatakan darurat apabila seseorang diperbolehkan melanggar hukum, karena tidak ada pilihan lain. Di bidang kesehatan2, keadaan darurat dipahami sebagai keadaan di mana adanya penyebaran penyakit yang bersifat luar biasa dengan ditandai dengan jumlah kasus dan jumlah kematian yang telah meningkat serta tersebar antara wilayah dan antar negara. Sementara di bidang ekonomi, masa kedaruratan didefinisikan sebagai krisis ekonomi yang ditandai dengan kelangkaan barang yang diikuti dengan melambungnya harga kebutuhan pokok.

 

  • Dampak Situasi Kedaruratan

Situasi kedaruratan dalam kenyataannya selalu memiliki dampak secara multidimensional, seperti yang pernah terjadi pada awal tahun 2020 sampai dengan pertengahan tahun 2022. Pendemik COVID-19 yang melanda berbagai negara termasuk Indonesia, berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Pendemi melahirkan darurat kesehatan sehingga berdampak pada bidang ekonomi, sosial, keagamaan, pendidikan, pemerintahan, hukum, pariwisata, dan bidang lainnya. Gautam & Hens, peneliti dari Amerika dalam sebuah ​​ artikelnya mengatakan bahwa, COVID-19 is now recognized as the one of the most tempting challenges and largest tragedy of the century after the Second World War.” Tidak terkecuali seluruh sektor kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan mengalami dampak yang sangat besar. ​​ 

Di bidang keagamaan, ritus-ritus keagamaan yang selama ini dilakukan di dalam rumah ibadah terpaksa beralih ke rumah-rumah tangga untuk mencegah penularan COVID-19. Ibadah yang bermakna persekutuan dengan Tuhan dan dengan sesama umat itu harus dialihkan ke rumah-rumah tangga. Begitu pula dampak yang ditimbulkan dari COVID-19, yakni tidak sedikit anggota jemaat yang meninggal, terutama para Lansia. Situasi ini memunculkan kecemasan berkepanjangan.

Belum selesai dengan ancamam Covid-19, Provinsi Nusa Tenggara Timur kembali dilanda bencana Siklon Tropis atau yang disebut Badai Seroja pada April 2021. Peristiwa yang bertepatan dengan perayaan Paskah umat Kristen itu telah menelan korban jiwa, termasuk hewan, lahan dan bangunan masyarakat, dan berbagai faslitas publik lainnya. Peristiwa ini meninggalkan kepedihan dan trauma bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Menurut World Meteorological Organization (Tempo.com. 6/3/2021), siklon tropis merupakan badai berputar cepat yang berasal dari lautan. Siklon tropis terbentuk ketika aliran udara berlawanan arah saling bertemu di atas permukaan laut hangat dan lembap. Siklon tropis akan melemah, kemudian berakhir saat bergerak memasuki wilayah perairan dingin atau daratan. Fenomena siklon tropis bisa menyebabkan kerusakan, terutama ketika jalurnya melewati daratan.

 

  • Menyikapi situasi Kedaruratan

Menghadapi berbagai bencana yang diuraikan di atas, pertanyaan penting yang dapat diajukan adalah di mana peran gereja? Atau bagaimana sumbangan gereja bagi umatnya di masa-masa kedaruratan? Pertanyaan ini bukan pertanyaan orang-orang yang tidak bergereja, ini adalah pertanyaan anggota gereja. Gereja atau boleh dikatakan agama yang diharapkan dapat memberikan ketenangan dan jawaban-jawaban atas berbagai krisis manusia, justru dipertanyakan sumbangsihnya. Atau sekurang-kurangnya, bagaimana gereja melihat berbagai bencana ini?

Di suatu kesempatan Seminar Website (WEBINAR) tentang “COVID-19 dan Tuhan”, yang diselenggarakan oleh PGI, tanggal 25 Juli 2020, Pdt. Andreas Yewangoe mengatakan bahwa COVID-19 dapat dimaknai dalam 3 cara pandang; Pertama, Bagi orang-orang jahat atau mereka yang telah jauh dari Tuhan dan tidak lagi percaya akan Tuhan maka COVID-19 merupakan suatu hukuman. Kedua, Bagi orang-orang berdosa atau mereka yang pernah melakukan kesalahan-kesalahan bagi orang lain maka COVID-19 merupakan suatu peringatan agar tidak lagi melakukan perbuatan dosa. Ketiga, bagi orang-orang beriman, COVID-19 merupakan kesempatan untuk terus menunjukkan kepedulian kepada sesama dan terus beriman kepada Tuhan.

Selama masa kedaruratan pula muncul fenomena keagamaan lainnya, misalnya praktik Ibadah Rabu Abu, tepatnya di hari Rabu, 17 Februari 2021 yang diselenggarakan oleh salah satu Jemaat Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) di Kupang, yang mana bukan tradisi GMIT. Menurut penyelenggara, ibadah Rabu Abu tersebut menandai dimulainya masa Pra Paskah atau Minggu-minggu sengsara. Pertanyaan kritis yang muncul saat itu adalah, apakah praktik ini merupakan bagian dari sebuah mekanisme kaum bergereja, khusus GMIT untuk mengadopsi tradisi dan nilai-nilai lain (Katholik), sebagai jalan keluar atas kecemasan dalam menghadapi bencana? Ataukah ini merupakan bagian dari upaya berteologi di tengah bencana? Semuanya masih misteri dan hanya melahirkan spekulasi-spekulasi.

Penyelesaian secara administratif-organisasi dipandang lebih praktis dan mudah dipertanggungjawabkan secara organisatoris, dibandingkan dengan penyelesaian secara teologis. Penyelesaian secara teologis dapat dilakukan dengan membuka ruang-ruang dialog dan studi-studi untuk memahami aspek-aspek terdalam dari tradisi tersebut. Di samping itu perlu dilihat juga perilaku para pelayan yang nota benenya selalu berhadapan langsung dengan jemaat, mau mengadopasi tradisi dimaksud. Penyelesaian secara teologis memang tidak singkat dan memakan waktu yang lama, akan tetapi akan lebih solutif dan kontributif bagi gereja.  ​​ ​​ ​​ ​​​​ 

 

  • Sumbangan Gereja

Bagaimana sumbangan gereja terhadap umat di masa kedaruratan? Pembahasan mengenai hal ini merujuk kepada pandangan Alkitab mengenai bencana. ​​ Alkitab3 banyak mengisahkan peristiwa alam yang terjadi, misalnya gempa bumi yang terjadi pada zaman Uzia, Raja Yehuda dan zaman Yerobeam, Raja Israel (Ams. 1:1; Zakh.14:5).

Bencana4 memiliki beberapa makna: pertama, tanda peringatan/hukuman Allah atas manusia. Bencana alam yang sangat dahsyat, dan terjadi sekali saja dalam hidup manusia tercatat dalam Alkitab yaitu ketika Tuhan menghukum ciptaan-Nya pada jaman Nuh dengan Air Bah (banjir besar) karena ketidaktaatan kepada Allah (Kej. 6:1-9:19). Bencana itu merupakan peringatan sekaligus hukuman Allah atas ciptaan-Nya. Hukuman itu dijatuhkan Allah karena hati mereka sudah sedemikian jahat (Kej. 6:5).

Kedua, tanda penampakan/kehadiran Allah kepada manusia. Banyak cara yang dipakai Tuhan untuk menunjukkan kehadiran-Nya di tengah-tengah manusia. Salah satu tanda itu adalah dengan adanya bencana alam. Di dalam PL disebutkan beberapa kali penampakan Tuhan kepada umat-Nya, misalnya dalam perjalanan umat Israel keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian, Allah menampakkan diri kepada umat-Nya di gunung Sinai (Kel. 19:18). Dalam ayat itu dinyatakan bahwa seluruh gunung Sinai “gemetar sangat.”

Ketiga, Tanda-tanda Akhir Jaman. Alkitab mengajarkan peristiwa-peristiwa eskatologis yang akan terjadi pada masa yang akan datang, yang akan menandai zaman baru. Tuhan Yesus sendiri mengajarkan kepada murid-murid-Nya tentang hal itu. Ketika murid-murid-Nya bertanya tentang “…apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?” (Mat. 24:3). Tuhan Yesus menjawab bahwa “Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat” (Mat. 24:7; Mrk.13:8).  ​​ ​​​​ 

 ​​ ​​ ​​​​ Berdasarkan uraian ringkas di atas maka sesungguhnya gereja memiliki landasan untuk memberikan penjelasan bahwa, bencana dimaknai sebagai tanda peringatan/hukuman Allah atas manusia; tanda penampakan/kehadiran Allah kepada manusia; dan tanda-tanda akhir jaman. Bahwa bencana dapat dicari sebab musababnya pada perbuatan-perbuatan manusia yang menyebabkan Allah memberikan peringatan atau bahkan hukuman bagi manusia. Sebagaimana dikatakan oleh Pdt. Yewangoe di atas, yakni COVID-19 dapat dimaknai dalam 3 cara pandang: sebagai suatu hukuman; suatu peringatan; dan merupakan kesempatan untuk terus menunjukkan kebaikan. Sama seperti dinyatakan pula dalam 2 Samuel 12: 10, “Karena itu, pedang tidak akan pernah beranjak dari keluargamu; karena engkau telah memandang rendah Aku, dan mengambil istri Uria, orang Het itu, sebagai istrimu".  ​​​​ 

Berdasarkan penjelasan dimaksud maka gereja memiliki tanggung jawab untuk menegur, menasehati, memulihkan, dan membimbing umatnya agar bertobat dan kembali melaksanakan perintah-perintah Allah. Seperti Raja Daud yang bertobat dari dosanya karena telah membunuh Uria dan mengambil istiranya. Sebagaimana dinyatakan dalam Mazmur 6: 4, 6, “Kembalilah pula, TUHAN, luputkanlah jiwaku, selamatkanlah jiwaku, selamatkahlah aku oleh karena kasih setia Mu. Lesu aku karena mengeluh, setiap malam aku mengenangi tenpat tidur, dengan air mata ku aku membanjiri ranjangku.“ ​​ 

Daud menunjukkan sikap pertobatan dan penyesalan atas atas dosa-dosanya. Daud merepresentase manusia yang dapat memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya untuk melenyapkan orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya, sekalipun merampas apa yang bukan menjadi haknya dari orang-orang yang dikuasainya. Ia mempertontonkan watak kekuasaan yang cenderung menindas dan koruptif. Karena watak kekuasaan yang demikian itulah, seorang Jhon Locke (Putri, 2021) mengatakan, bahwa kekuasaan sebagai sesuatu hal yang harus dipisah dan tidak boleh berada dalam satu unsur, yang kemudian dikenal dengan nama teori pemisahan kekuasaan.

Gereja bertanggung jawab memberikan peringatan kepada umatnya agar tidak jatuh ke dalam dosa yang sama maupun pada dosa lainnya. Peringatan bahkan peringatan keras sudah menjadi panggilan dan tugas gereja dalam menghadapi masa kedaruratan. Seperti Nabi Yesaya yang diutus Allah untuk menyampaikan nubuat yang berisi ancaman dan janji-janji yang memberi harapan bahwa Allah akan selalu menyertai mereka ketika menghadapi setiap musuh-musuh.

Gereja bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada umatnya bahwa, Allah mempunyai cara untuk hadir dan berbicara dengan manusia sekaligus memberikan kesempatan agar terus percaya dan bergantung kepada-Nya. Cara tersebut antara lain melalui bencana demi bencana. Sama seperti yang pernah terjadi di masa Perjanjian Lama.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sumbangan gereja di masa kedaruratan adalah sangat jelas, bukan mencari tradisi dan kebenaran lainnya di luar sana, akan tetapi bertanggung jawab untuk menegur, menasehati, memulihkan (menguatkan), dan mengingatkan umatnya agar tetap percaya dan terus mencari TUHAN selagi Ia berkenan untuk temui.

 ​​ ​​ ​​ ​​​​ 

 

****************

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Gautam, S. &., Hens, L. ​​ 2020. COVID-19: Impact by and on the environment, health and economy. National Library of medicine. 22(6): 4953–4954.

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diambil dari: https://kbbi.kemdikbud.go.id/

 

Neuman, W. L. Social research methods: qualitative and quantitative approach, 7th edition. Pearson Education, inc. Boston. ​​ 

 

Objantoro, E. (2008). ​​ Bencana alam ditinjau dari perspektif teologia Alkitab. STT Simpson Ungaran. Simpson Journal. (2008). (131-120).

 

Putri, V. K. M. (2021). Definisi kekuasaan menurut para ahli. 7/03/2021. Diambil dari ​​ https://www.kompas.com/skola/read/2021/03/07/140026469/definisi-kekuasaan-menurut-para-ahli.

Presiden Republik Indonesia. (2020). Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 11 tahun 2o2o tentang penetapan kedaruratan kesehatan masyarakat corona virus disease 2o19 (covid- 19)

 

Pratama, K. J. (2020). Telaah kritis mengenai interpretasi kedaruratan kesehatan masyarakat sebagai keadaan memaksa berdasarkan perspektif hukum kontrak. Majalah Hukum Nasional. Vol. 50, No. 2 Tahun 2020.

 

Tempo.com. 6/3/2022. Apa itu siklon tropis dan proses terbentuknya? Diambil dari: https://tekno.tempo.co/read/1567751/apa-itu-siklon-tropis-dan-proses-terbentuknya

 

Yewangoe, A.A. (2020). COVID-19 dan Tuhan. Webinar: Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia.

 

1

​​ Pendeta Jemaat Pola Tribuana Kalabahi, Alor, NTT.

2

​​ Keputusan Presiden (KEPPRES) tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)

3

​​ Enggar Objantoro. 2008. Bencana alam ditinjau dari perspektif teologia Alkitab.

4

​​ Ibid

3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

PHP Code Snippets Powered By : XYZScripts.com